Gunung Argopuro 3.088 mdpl-Via
Bremi-Baderan.rtf
Gunung Argopuro adalah salah
satu gunung dari kompleks pegunungan Hyang. Terdapat banyak puncak, beberapa
puncaknya mempunyai struktur geologi tua dan sebagian yang lainnya lebih muda.
Beberapa puncak gunung dalam kompleks ini diantaranya adalah Gn. Jambangan
(2.773m), Gn. Cemoro Kandang, Gn. Krincing, Gn. Kukusan, Gn. Malang, Gn. Saing,
Gn. Karang Sela, dan Gn. Argopuro. Puncak Argopuro berada pada ketinggian 3.088
mdpl. Gunung yang sudah tidak aktif lagi kawahnya ini terletak di Kab.
Probolinggo Jawa Timur. Untuk menuju Bremi dapat ditempuh
dari kota Surabaya naik bus jurusan Probolinggo. Dari kota probolinggo naik bus
Akas kecil jurusan ke Bremi. Bus ini berangkat dari pool Akas yang berada di
terminal lama, samping hotel Bromo Indah. Bus ini berangkat dua kali, pagi jam
06.00 dan siang jam 12.00, sedangkan kembali dari Bremi menuju kota Besuki jam
08.00 dan jam 15.00. Sebelum melakukan pendakian wajib melaporkan diri di
kantor polisi sektor Krucil untuk dicatat identitasnya. Di desa Bremi ini
sebagian besar penduduknya adalah masyarakat Madura yang kadang tidak mengerti
Bahasa Indonesia sehingga agak sulit berkomunikasi.
Perjalanan dimulai dari kantor polisi turun menuju pertigaan menuju arah perkebunan Ayer Dingin. Dengan melewati kebun penduduk yang kebanyakan ditanami jagung dan padi, selanjutnya akan memasuki kawasan perkebunan yang ditanami kopi dan sengon. Jalur semakin menanjak dan mulai memasuki kawasan hutan damar. Setelah berjalan sekitar 2 jam kita akan memasuki batas hutan suaka. Dari batas suaka alam, hutan semakin lebat dan jalur semakin terjal. Pendaki perlu waspada di kawasan ini banyak dihuni babi hutan. Perhatikan semak-semak yang bergerak dan suara khas babi yang sering muncul disekitar jalur pendakian. Bila kita sudah sampai di puncak bukit maka kita akan menemukan persimpangan jalur. Ambil lurus bila ingin terus menuju puncak, namun bila ingin ke Danau Taman Hidup harus berbelok ke kanan.
Danau Taman Hidup adalah lokasi berkemah yang cukup luas. Di
sekitar tempat ini kadang muncul babi hutan, kancil dan kijang, terdapat sebuah
danau yang luas dan banyak ikannya sehingga dapat dipancing. Pendaki juga dapat
mengambil air bersih dari danau ini. Tepian danau ini sangat berbahaya berupa
rawa berlumpur, sehingga untuk mengambil air pendaki harus melewati jembatan
dermaga kayu. Dari dermaga ini pendaki seringkali mandi berenang ke dalam
danau. Namun perlu diperhatikan bila air sangat dingin berbahaya sekali untuk
berenang. Ketika udara cerah bila pendaki berteriak maka kabut akan muncul di
atas danau, namun setelah diam kabut akan hilang lagi. Pendaki juga dapat
mengelilingi danau untuk memancing ikan. Pada pagi hari kabut tebal menyelimuti
danau sehingga berbahaya bila ingin mengambil air, karena dapat terjebak di
rawa tepian danau. Untuk itu persiapkan air jauh sebelumnya ketika cuaca cerah.
Meninggalkan Danau Taman Hidup pendaki harus berjalan ke arah
semula menuju persimpangan dan belok ke kanan ke arah puncak. Jalur agak landai
namun suasana hutan semakin lebat. Setelah berjalan sekitar 30 menit kita akan
berjumpa dengan sungai kecil yang kering. Jalur selanjutnya semakin menanjak,
di sepanjang jalur dapat kita temukan jejak babi hutan, bahkan jejak kaki macan
yang masih baru. Selanjutnya kita akan memasuki kawasan hutan yang semakin
gelap dan lembab, begitu dekatnya jarak antara pohon sehingga sulit bagi sinar
matahari untuk menembusnya. Kawasan ini di sebut hutan lumut karena semua pohon
di areal ini ditutupi oleh lumut. Kesan angker dan menyeramkan sangat terasa
ketika melewati daerah ini. Jejak kancil, menjangan, babi hutan dan macan dapat
ditemukan di sepanjang jalur ini. Sekitar 1 jam melintasi hutan lumut kita
memasuki hutan yang jarak pohonnya tidak terlalu rapat, sehingga kelihatan agak
terang. Tumbuhan herbal dan rumputpun tumbuh subur. Jalur ini menyusuri lereng
bukit dengan sisi kiri berupa jurang. Rumput yang tumbuh kadang begitu
tingginya, sehingga menutupi jalur. Sesekali terdengar kicauan aneka jenis
burung. 30 menit selanjutnya kita akan tiba di lereng yang banyak batu-batu besar.
Disini banyak terdapat pohon tumbang sisa kebakaran hutan. Kita harus melintasi
3 buah sungai kering dengan cara turun jurang dan naik lagi ke atas bukit.
Bukit-bukit di depan kita banyak di tumbuhi rumput dengan pohon yang agak
jarang. Sesekali terlihat kancil atau menjangan berlari-larian, sementara
belasan lutung-lutung bergantungan di atas pohon.
Sekitar 1 jam berikutnya kita sudah berada di lereng bukit yang
banyak ditumbuhi rumput-rumput tinggi. Rumput-rumput ini seringkali menutupi
jalur sehingga sangat menggangu. Di antara rerumputan edelweis mulai tumbuh,
pohon-pohon besar sisa kebakaran masih bertahan hidup dengan menumbuhkan
daun-daun hijau yang baru. Dengan menempuh waktu sekitar 30 menit melintasi
rerumputan yang mengelilingi bukit kita akan tiba di sebuah sungai kecil yang
airnya mengalir lancar. Pendaki dapat mendirikan tenda di daerah Kali putih
ini. Berikutnya kita akan melintasi hutan cemara yang banyak ditumbuhi
rumput-rumput yang tinggi, 1 jam selanjutnya akan tiba di padang rumput gimbal,
rumput di sini berbentuk keriting dan tumbuh secara bergerombol. Perjalanan
memutar mengelilingi puncak gunung dengan menyusuri padang rumput gimbal.
Selanjutnya akan sampai di Cisentor. Cisentor adalah tempat pertemuan jalur
baderan dan bremi yang bersatu menuju puncak. Di tempat ini kita dapat
mendirikan tenda untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak.
Di Cisentor terdapat sebuah bangunan dari kayu yang dapat digunakan untuk
berlindung dari hujan dan angin.
Dari Cisentor perjalanan mendaki bukit melintasi padang rumput
dan padang edelweiss, sekitar 1 jam perjalanan akan berjumpa dengan sungai yang
kering. Setelah menyeberangi dua buah sungai kering kembali melintasi padang
rumput dan padang edelweis yang sangat indah. 1 jam berikutnya akan tiba di
Rawa Embik. Untuk menuju puncak belok ke kiri, namun bila ingin beristirahat
dapat mendirikan tenda di Rawa Embik. Di tempat ini terdapat sungai kecil yang
selalu berair di musim kemarau. Rawa Embik berupa lapangan terbuka sehingga
bila angin bertiup kencang tenda dapat bergoyang-goyang dengan keras.
Dari Rawa Embik kembali berbelok kearah kiri melintasi padang
rumput, untuk menuju ke puncak yang membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan.
Dari padang rumput berbelok ke kanan mendaki lereng terjal yang berdebu dan
banyak pohon tumbang sisa kebakaran. Bila angin bertiup kencang pohon-pohon
sisa kebakaran ini rawan tumbang sehingga harus berhati-hati. Tanah gembur
berdebu juga rawan longsor harus berhati-hati melintasinya. Selanjutnya sedikit
turun kita akan melintasi sebuah sungai yang kering dan berbatu. Kembali
mendaki bukit yang terjal, kita akan berjumpa dengan padang rumput dan padang
edelweis yang sangat indah. Di depan kita nampak puncak Rengganis yang berwarna
keputihan, terdiri dari batu kapur dan belerang. Puncak gunung Argopuro adalah
bekas kawah yang sudah mati, bau belerang masih sangat terasa. Puncak ini
berbentuk punden berundak semacam tempat pemujaan, punden paling bawah selebar
lapangan bola di sini banyak terdapat batu-batu berserakan. Ke atas lagi
selebar sekitar 10×10 meter, ke atas lebih kecil lagi. Selanjutnya kita akan
melintasi bekas kawah yang banyak terdapat batu-batu kapur berwarna putih dan
bau belerang. Pada puncak tertinggi terdapat susunan batu yang diyakini sebagai
petilasan Dewi Rengganis.
(Danau Taman Hidup)
(Pondok Cisentor)
(Menuju Rawa Embik)
(Memorian di Puncak Rengganis)
(Puncak Rengganis)
( Lembah Cikasur) adalah bekas
landasan
pesawat terbang jaman kolonial
0 komentar:
Posting Komentar